Love looks not with the eyes, but with the mind,
And therefore is winged Cupid painted blind.
~William Shakespeare, Mid-Summer Night’s Dream, 1595
Love – a wildly misunderstood although highly desirable malfunction of the heart which weakens the brain, causes eyes to sparkle, cheeks to glow, blood pressure to rise and the lips to pucker.
~Author Unknown
SEDIKIT Pembuka tentang Teknologi Cyber: Semacam Prolog -
TEKNOLOGI komunikasi telah mengakibatkan perubahan besar dalam kehidupan manusia. Sejak perkembangan komputer dan dikomersialkannya internet pada medio 1990-an, telah terjadi ledakan besar dalam penggunaan istilah cyberspace. Cyberpunk, cybersex, cyberporn, cybermedia, dan cyberlove, adalah beberapa di antara sekian banyak istilah yang dilekatkan pada kata cyber. Penggabungan dua konsep tersebut tentunya telah meleburkan makna awal dari masing-masing kata dan melahirkan pemaknaan baru setelahnya.
Peralihan teknologi manual ke teknologi kabel sudah bukan zamannya lagi. Persoalan nirkabel yang kini tengah menguak di dalam kehidupan manusia postmodern, telah menjadi menu sehari-hari. Di tiap penjuru dunia, kini, transfer informasi dan komunikasi berlangsung dari detik-demetik. Perubahan esensi fisik tidak lagi mengagetkan umat manusia. Yang menjadi persoalan kemudian adalah substansi dari wujud fisik tersebut. Bagaimana substansi tersebut berpindah dan bermutasi dari pikiran satu ke pikiran yang lainnya (mind to mind).
Masing-masing makna memiliki penafsiran tersendiri yang dikontekskan dengan keadaan, kondisi, dan penggunaannya. Cyberlove, misalnya, frase ini merujuk pada proses atau kondisi di mana kasih sayang dan perasaan telah bermustasi menjadi piranti di dunia maya. Segenap perasaan yang melukiskan emosi seseorang terhadap lawan jenis, atau bahkan sesama jenis, saling bertransfer melalui jejaring virtual. Dan sesaat setelah itu, kontak fisik (baru
dimungkinkan) terjadi ketika persetujuan di antara keduanya saling mengiyakan.
Yasraf Amir Piliang menulis:
Migrasi kemanusiaan ini telah menimbulkan perubahan besar dalam cara setiap orang menjalani dan memaknai “kehidupan”. Berbagai cara hidup dan bentuk kehidupan yang sebelumnya dilakukan berdasarkan relasi-relasi alamiah, kini dilakukan dengan cara yang baru, yaitu cara artifisial.
Menurutnya, kini, cyberspace telah menciptakan sebuah kehidupan yang dimediasi secara mendasar oleh teknologi, sehingga barbagai fungsi alam kini diambil alih oleh substitusi teknologisnya, yang disebut dengan kehidupan artifisial (artificial life). Termasuk cara manusia untuk memperlihatkan perasaan dan emosi, kasih sayang, dan cinta.
Everything is for the eye these days – TV, Life, Look, the movies. Nothing is just for the mind. The next generation will have eyeballs as big as cantaloupes and no brain at all.
~Fred Allen
- SEEKING Your Partner in The Virtual World -
Sometimes we make love with our eyes. Sometimes we make love with our hands. Sometimes we make love with our bodies. Always we make love with our hearts. ~Author Unknown
CYBERMEDIA mengandaikan proses komunikasi yang terjadi antara manusia dengan medium mesin. Dalam hal ini internetlah yang menjadi pemain kunci dalam proses tersebut. Sementara komputer, berperan sebagai perangkat kerasnya. Di sini, pelbagai fenomena komunikasi kerap berlangsung, mulai dari yang sederhana-komunikasi interpersonal-, sampai pada persoalan yang lebih kompleks-komunikasi kelompok (virtual community). Persoalan komunikasi interpersonal via internet merupakan persoalan yang sangat kompleks. Banyak hal yang bisa dideretkan. Pelbagai faktor dan keunikan pun bisa didedah. Semisal hubungan virtual terkait persoalan bisnis, politik, budaya, bahkan mencari pasangan.
Teknologi internet memungkinkan kita untuk berbuat apa saja. Hal-hal yang positif dapat digali di sana. Pun demikian jika kita berniat melakukan hal-hal yang negatif. Keduanya, seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Saling bersinggungan satu sama lain. Dan mencari jodoh, menurut saya, adalah termasuk hal yang pertama. Karena mencari jodoh adalah sesuatu yang sakral dan mengakar di dalam budaya kita.
Di Indonesia, ajang pencarian jodoh tersebut sebagian besar menggunakan fasilitas Yahoo Messenger atau MIRC. Keduanya memberikan kenyamanan untuk berkomunikasi secara interaktif kepada lawan bicara melalui teks. Bahkan lebih lanjut, memungkinkan penggunanya untuk mengetahui lawan bicaranya secara holistik. Baik audio maupun visual. Kita dapat mendengar suara dan melihat wajah mereka melalui layar monitor.
Namun, persoalannya bukan di situ. Mengandaikan internet sebagai ajang mencari jodoh seperti mengandaikan kita mencari pekerjaan di koran-koran. Pelbagai perjuangan ’unik’ dilakukan. Persoalan-persoalan seperti ketegangan dan pengalaman unik kerap dirasakan. Tapi, dalam konteks ini, akankah internet mereduksi esensi dari pencarian jodoh itu? Dengan kata lain, apakah mencari jodoh via internet mereduksi makna sakral yang bernama cinta? Entahlah!
Di sini, menurut pengakuan Enzt (dalam Roman Cyber; Yayan Sopian, 2003: 49), melakukan hubungan interpersonal di dunia cyber memberikan perbedaan yang luar biasa. Baginya, berhubungan di dunia cyber sangat berbeda jika disandingkan dengan berhubungan di dunia nyata. Kualitas hubungan yang dilakukan di dunia maya tersebut terkesan lebih eksotik dan menyenangkan.
Jadi dalam ihwal ini, ada perbedaan yang sulit dijelaskan tentang persoalan menggunakan internet sebagai ajang mencari jodoh. Ada penjelasan relatif bagi bermacam-macam individu yang menikmatinya. Kesenangan yang didapat oleh individu tertentu belum tentu inheren bagi individu lainnya. Pengalaman fantastis yang dirasakan ketika berkomunikasi tanpa melihat langsung wujud fisik merupakan pengalaman unik tersendiri bagi penikmatnya.
Kita tidak bisa menjustifikasi bahwa mereka yang menggunakan internet sebagai medium mencari jodoh adalah pecundang. Bukan berarti mereka tidak memiliki keberanian untuk membincang persoalan cinta kepada orang lain secara langsung. Pun tidak dapat disebut sebagai introvert. Bahkan, lebih jauh, mereka justru menggunakan internet untuk hal-hal di luar stigma-stigma itu. Mungkin mereka memiliki kriteria-kriteria pasangan yang justru akan terpenuhi lebih mudah jika menggunakan internet. Semisal perbedaan suku, bahasa, dan bangsa, mengingat jumlah pengakses internet luar biasa banyaknya. Atau mungkin mereka terlalu sibuk sehingga tidak dapat meluangkan waktu untuk sekadar bergaul dengan orang lain. Maka tentunya, internet adalah pilihan alternatif.
Mencari jodoh via internet bukanlah sesuatu yang diharamkan. Menggali inovasi dan alternatif dalam menentukan masa depan di dunia maya tampaknya menjadi fenomena anyar. Mengakhiri sub ini , saya ingin mengkhatamkan tulisan ini dengan kalimat: ”Selamat Mencari Jodoh Anda!” [ ]
- CYBERPORN: Ketika Ruang Maya Menjadi Privasi?-
My reaction to porn films is as follows: After the first ten minutes,
I want to go home and screw. After the first 20 minutes,
I never want to screw again as long as I live.
~Erica Jong, Playboy Magazine, September 1975
WACANA cyberporn (lagi-lagi) tidak terlepas dari area basah, berbau, dan berlendir. Namun sayang, deskripsi ini cuma di awang-awang, cuma otak kita-lah yang mengonstruksinya melalui udara di kepala. Di depan mata, hati, juga telinga. Dan melekat dingin di sumsum tulang belakang.
Cyberporn mengandaikan transaksi seksual yang terjadi di jejaring virtual. Dari karakter-karakter yang ter-input melalui tuts komputer, bikin janji, tatap muka, hingga persetubuhan itu (jika ada). Tapi lebih luas, cyberporn tidak hanya itu, ia sekadar medium yang ingin membantu proses penetrasi maya di alam bawah sadar usernya. Bagi mereka yang kerap kehausan libido, atau hanya ingin menambah referensi seksual, cyberporn adalah salah satu alternatif.
Nah, bagaimana dengan fenomena cyberporn serta impaknya di tengah masyarakat khususnya mahasiswa? Merujuk dari data yang ditulis Wikipedia.com tentang jumlah user yang meminta situs porno sekira 68 juta, mengindikasikan bahwa (sebetulnya) fenomena cyberporn sudah sedemikian mewabah. Tak dapat dimungkiri bahwa industri pornografi virtual ini menjadi salah satu industri terbesar yang menjaring pundi-pundi uang. Selain itu, jua tak dapat dimungkiri syahwat yang meledak harus segera dimanjakan. Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh industri itu.
Akses terhadap situs-situs porno telah memberikan impak negatif yang sangat prinsipil. Terhadap mahasiswa misalnya. Di Yogyakarta misalnya, seperti yang ditulis dalam Jurnal Balairung edisi 38, bahwa mahasiswa adalah user terbesar. Data ini sangat berpotensi untuk mereduksi tataran sosial yang sudah berlaku. Ritus kebiasaan berubah sedemikian cepatnya. Orang tidak lagi peduli dengan norma-norma yang telah berlaku. Pelbagai tindak kejahatan dapat dilakukan dalam private sphere tanpa ada yang tahu dan menghakimi.
Sebagai contoh, di dunia nyata, tentu saja, tindakan kita sangat dipengaruhi dan dibatasi oleh hak dan kewajiban kita, baik sebagai makhluk individu maupun sosial. Tindakan-tindakan yang kita lakukan memiliki konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan kepada lingkungan sekitar. Namun, ketika berada di dunia maya, kita berhak dan bebas melakukan apa saja, termasuk tindakan asusila (disini kita menyepakati bahwa mengakses situs porno termasuk tindakan asusila). Orang lain tidak akan merasa terganggu atau dirugikan secara langsung, bukan?
Ya, pergeseran nilai ini memang telah memberikan celah bagi menjamurnya tindak asusila yang terselubung. Norma yang berlaku seakan-akan ada namun tiada. Lalu, pertanyaannya, akankah masyarakat kita akan menjadi masyarakat “basah dan berlendir“? Disgusting!!
- SEMACAM Epilog -
POLEMIK tentang proses kerja di dunia maya memang tak kan pernah habisnya. Karena kebenaran sangat relatif dan kontekstual. Tidak ada definisi baku tentangnya. Sarat dengan penafsiran dan pembenaran yang terkadang diamini seadanya. Ini tak lain karena jejaring maya (bahkan) tidak berTuhan. Tidak ada yang mau untuk diatur. Tidak ada nilai-nilai dan norma pakem yang disematkan padanya.
Kondisi ini berimpak pada penafikan akan penafsiran batas-batas nilai. Termasuk di dalamnya persoalan cinta, kasih sayang dan perasaan. Juga tidak ketinggalan ihwal kepentingan bawah perut, syahwat. Jadi wajar, jika pelecehan seksual atau pemerkosaan yang diinginkan bisa terjadi tiap detakan jantung